Kamis, 17 Juni 2010

Mengelola Konflik di Keluarga

KELUARGA yang sakinah, mawaddah, dan rahmah, adalah harapan semua orang yang akan dan telah memasuki gerbang pernikahan. Kata-kata ini sangat mudah untuk diucapkan dan dibayangkan, tapi untuk mencapainya tak segampang yang kita ucapkan atau kita bayangkan tersebut. Membangun keluarga sakinah adalah sebuah proses. Keluarga sakinah bukan berarti keluarga yang tanpa masalah, tapi lebih kepada adanya keterampilan untuk mengelola konflik yang terjadi di dalamnya.

Secara garis besar, ada tiga jenis manajemen konflik dalam rumah tangga, yaitu mencegah terjadinya konflik, mengelola konflik bila terlanjur berlangsung, dan membangun kembali "perdamaian" setelah konflik reda. Ada hal lain yang perlu untuk kita pahami, yaitu bagaimana meminimalkan konflik di keluarga. Setidaknya ada tiga hal penting yang patut dicermati berkaitan dengan masalah ini.

1. Siap dengan hal yang tidak kita duga
Hidup akan terasa mudah apabila semua yang terjadi sesuai dengan harapan. Setiap kita akan selalu siap untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Namun bagaimanapun, "gelombang" setiap orang itu berbeda-beda. Lagi pula tidak semua orang harus sama dengan kita. Maka, mau tidak mau kita harus mempersiapkan diri agar potensi konflik akibat perbedaan ini tidak sampai muncul dan merusak.

Bisa jadi pasangan kita tidak seideal yang kita impikan. Kita harus berlapang dada andaikata apa yang kita idamkan ternyata tidak ada pada diri pasangan kita. Juga sebaliknya, apabila yang luar biasa kita benci ternyata malah terdapat dalam diri pasangan kita, tentunya kita pun harus memiliki kesabaran ekstra untuk menyikapinya. Itulah, sedikit cara bagi kita agar senantiasa siap dengan hal yang tak terduga.

2. Memperbanyak pesan diri
Tindak lanjut dari kesiapan menghadapi perbedaan adalah dengan memperbanyak pesan diri. Semakin pasangan kita mengetahui tabiat dan kebiasaan kita, maka akan semakin siap pula ia menghadapi kita. Misalnya, apabila istri kita terbiasa mendengkur ketika tidur, maka agar suami siap menghadapi kebiasaan itu, sang istri dapat mengatakan, "Pak, kata orang kalau tidur saya itu suka mendengkur. Jadi Bapak siap-siap saja, karena sebetulnya saya sendiri juga tidak berniat mendengkur". Seorang suami pun bisa mengatakan keinginannya pada sang istri. Misalnya ketika suami ingin bangun malam, ia bisa mengatakan: "Kalau jam tiga saya suka bangun untuk shalat tahajud. Jadi, tolong bangunkan saya, sebab saya suka menyesal kalau tidak tahajud. Dan kalau sedang tahajud, saya tidak ingin ada suara yang mengganggu".

Melalui pesan diri seperti itu, diharapkan tidak terjadi riak-riak masalah akibat tidak saling memahami nilai-nilai dari pasangan hidupnya. Sangat mungkin seseorang membuat kesalahan akibat dia tidak tahu tata nilai kita yang dampaknya akan banyak muncul ketersinggungan. Di sinilah perlunya kita belajar memberitahukan apa yang kita inginkan. Inilah esensi dari pesan diri.

Dengan mempertegas pesan diri, diharapkan peluang konflik tidak membesar, karena kita telah mengkondisikan agar orang memahami kita. Jangan sungkan untuk menyatakan harapan ataupun keberatan-keberatan kita, justru dengan keterbukaan seperti itu pasangan kita akan lebih mudah dalam menerima diri kita.

Alkisah, ada sebuah keluarga yang sering sekali bertengkar. Akhirnya, suatu ketika si istri bicara: "Pak, maaf ya, keluarga kami memang bertabiat keras. Sehingga bagi kami kemarahan itu menjadi hal yang amat biasa". Lantas suaminya membalas. "Kalau begitu, Mama juga harus tahu, kalau Bapak lahir dari keluarga pendiam dan jarang sekali ada kemarahan". Dengan saling berterus terang seperti itu, maka keadaan rumah tangga akan lebih baik dibanding terus bergelut dalam pertengkaran yang tak perlu terjadi.

Pesan diri juga penting dalam mempersiapkan pasangan agar mampu menerima keberadaan orang-orang yang dekat dengan kita. Misalnya, ketika orangtua kita akan datang, adalah suatu tindakan bijaksana apabila kita mengatakan kepada pasangan kita tentang sifat atau kebiasaan mereka.

Kita pun harus berani mengumpulkan input-input tentang pasangan kita. Jika seorang istri ternyata bersuamikan seseorang yang mudah sekali terserang "bau badan", maka sang istri bisa menyarankan kepada suaminya untuk meminum jamu, sekaligus memberitahukan bahwa kadar ketahanannya terhadap bau-bauan rendah sekali. Sehingga bila suatu ketika dia tiba-tiba memalingkan muka, sang suami tidak lantas tersinggung, sebab tata nilainya sudah diungkapkan.

Tentu, dengan saling terbuka masalah yang dihadapi akan lebih mudah dijernihkan, dibandingkan bila masing-masing saling menutup diri. Sebab ketertutupan, pada akhirnya hanya akan membuat potensi masalah menjadi lebih besar. Masing-masing akan dongkol, marah, atau benci terhadap tingkah pasangannya yang tidak ia sepakati. Padahal kalau saja semua itu didiskusikan, bisa jadi masalahnya menjadi sangat mudah diselesaikan dan potensi konflik pun menjadi minimal.

3. Tegakkan peraturan
Dalam menjalani bahtera rumah tangga diperlukan pula aturan-aturan yang jelas dan disepakati bersama. Tanpa aturan, keharmonisan keluarga dan pemahaman akan hak dan kewajiban akan sulit terwujud. Jadi, adanya peraturan dalam keluarga menjadi hal penting yang juga harus dibicarakan bersama pasangan kita.

Misalnya, sang istri kita jarang mematikan kran setelah menggunakannya. Hal itu bisa jadi membuat suami dongkol. Di sisi lain, boleh jadi sang istri malah tidak merasa bersalah sama sekali. Sebab dia berasal dari desa yang terbiasa menggunakan pancuran yang tidak pernah ditutup. Begitu pula pada anak-anak. Kita harus mensosialisasikan peraturan apapun yang diberlakukan dalam keluarga.

Peraturan yang dibuat tentu saja tidak harus kaku. Buat saja apa yang bisa dilaksanakan oleh semua anggota keluarga. Semakin tahu peraturan, maka peluang untuk berbuat kesalahan yang bisa merugikan anggota keluarga lain pun akan semakin sedikit. Yang jelas, peraturan apa pun yang dibuat harus benar-benar mencerminkan keinginan bersama yang dilandasi akhlak mulia.

Nah, selamat berusaha meminimalkan konflik dalam keluarga. Semoga, ikhtiar kita menjadi jalan pertolongan Allah bagi terbentuknya keluarga yang kita idamkan. Wallahu a'lam

oleh: Aa Gym

Tidak ada komentar:

Posting Komentar