Kamis, 17 Juni 2010

Meraih Hikmah dari Makhluk Rendah

Allah tiada malu membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah daripada itu. (QS. Al-Baqarah: 26). Allah Azza wa Jalla telah menciptakan segenap makhluk-Nya di alam ini dalam berbagai bentuk dan variasi. Ada yang berwujud, sehingga dapat terlihat secara kasatmata. Namun, ada juga yang gaib, tak berwujud, sehingga pandangan kita terhijab untuk dapat melihatnya.

Allah pun menciptakan makhluk yang dikaruniai kecerdasan, mampu berlari cepat, tampak indah dipandang mata; tetapi diciptakan-Nya pula makhluk yang tampak bodoh, lamban, berpenampilan buruk. Dia ciptakan pula makhluk yang besar dan kuat, sebagaimana diciptakan-Nya makhluk yang dianggap lemah, rendah, menjijikkan, dan tak berguna.

Akan tetapi, sekiranya manusia senantiasa meningkatkan cara berpikirnya, niscaya akan sampai pada kesimpulan, bahwa sama sekali tidak ada yang sia-sia dari segala perbuatan-Nya. Segala yang diciptakan Allah Azza wa Jalla itu pasti memiliki maksud dan tujuan. Banyak hikmah dan manfaat mengesankan di balik apa saja yang diciptakan-Nya. Tidak bisa tidak. Kita saja yang belum menemukannya atau bahkan lalai dari berpikir tentang semua itu.

Ketika Allah menciptakan binatang ternak, kita mungkin hanya berpikir sebatas bahwa binatang itu adalah bagian dari harta kekayaan yang bila dikembangbiakkan lalu dijual, niscaya akan menambah sumber penghasilan. Padahal, Allah menciptakan binatang ternak agar manusia menjadikannya sebagai sebuah pelajaran berharga. Karenanya, Allah membimbing manusia dengan bukti-bukti yang 'sederhana' agar ia berpikir sehingga menjadi ahli syukur.

Allah berfirman, Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya (QS. An-Nahl: 66). Di balik penciptaan yang terasa dan terlihat langsung tersebut, ternyata Allah pun menciptakan aneka makhluk lainnya, di mana manusia sering menganggapnya remeh, rendah, menjijikkan, dan tidak bermanfaat.

Padahal sekiranya Allah menciptakan makhluk selain manusia hanya untuk memenuhi selera hawa nafsu manusia belaka, maka tentulah makhluk-makhluk itu tidak akan diciptakan-Nya. Buat apa Allah menciptakan nyamuk, kutu, cacing, semut, kuman, dan sebagainya? Subhanallah, sungguh hanya orang-orang yang mau berpikir dan beriman saja yang mau mengatakan, "Ya, Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia".

Allah sendiri tidak merasa malu menjadikan makhluk-makhluk tersebut sebagai perumpamaan. Tujuannya jelas, agar manusia mampu mengambil hikmah di balik segala penciptaannya. Allah berfirman, Sesungguhnya Allah tiada segan (malu) membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah daripada itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan, 'Apakah maksud Allah menjadikan ini sebagai perumpamaan?'

Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk (QS. Al-Baqarah: 26). Dari uraian di atas, kita bisa mengungkap suatu bukti tentang jasa yang sungguh luar biasa dari banyak makhluk 'rendah'. Salah satunya adalah cacing. Sekiranya kita termasuk orang yang selalu berusaha untuk mengenal dan ber-taqarrub kepada Allah Azza wa Jalla, maka mudah-mudahan makhluk yang selama ini kita anggap menjijikkan tersebut dapat menjadi jalan ilmu dan jalan terbukanya hikmah.

Sesudah para ahli melakukan penyelidikan selama bertahun-tahun, ternyata cacing adalah makhluk yang luar biasa guna dan manfaatnya bagi manusia dan kemanusiaan. Apakah pekerjaan cacing? Ternyata cacing adalah makhluk yang paling rajin menggali dan melubangi tanah, sehingga tanah pun menjadi gembur, yang membuat akar-akar tanaman bisa menembus tanah dengan lebih mudah. Dia pun menjalar mengorek-ngorek tanah, sehingga terdapat penyimpanan air di dalam tanah yang memadai.

Dengan demikian, pohon-pohonan bisa tumbuh dengan subur dan tersedia simpanan air dalam jumlah yang cukup, sehingga tidak hanya dapat diserap oleh akar, juga dapat diambil oleh manusia melalui sumur-sumur. Cacing pun memakan tanah. Ketika dikeluarkan kembali, tanah itu menjadi lebih lunak, ringan, dan gembur. Demikian pula, dia ubah kemanfaatan dedaunan yang jatuh ke tanah dan menjadi sampah dengan cara dia benamkan ke dalam tanah, lalu dihancurkannya.

Dengan cara ini berubahlah sampah itu menjadi pupuk yang sangat bermanfaat bagi kesuburan tanaman. Dalam setengah hektar tanah itu terkandung sekitar 50.000 ekor cacing, yang mampu menggemburkan tanah seberat 10.000 ton. "Prestasi" ini benar-benar tidak tertandingi oleh makhluk-makhluk lain ataupun peralatan pertanian buatan manusia. Setiap hari cacing-cacing itu dengan tak mengenal lelah membalikkan lapisan kulit bumi menjadi lebih baik.

Dimakannya berbagai "makanan" dalam tanah, lalu dikeluarkannya kembali dalam bentuk kapur yang sangat dibutuhkan oleh tumbuh-tumbuhan. Sungguh luar biasa peranan dan ketekunan sang cacing dalam bekerja. Berkat jasa cacinglah kita bisa menikmati aneka buah-buahan segar dan aneka tumbuh-tumbuhan. Kita, selama ini, sering kali ingin dihormati dan dihargai karena merasa banyak jasa. Padahal, bila dibandingkan dengan cacing saja, kita tidak ada apa-apanya.

Artinya, orang terangkat menjadi sombong, ingin dihormati, dan dimuliakan, justru karena dia tidak pernah menggunakan akal pikirannya untuk menemukan sesuatu yang lebih bernilai dalam hidup ini. Betapa kita dapati kenyataan, bahwa Allah Azza wa Jalla telah menciptakan bertriliun-triliun makhluk kecil yang begitu tulus berbuat sesuatu yang membuat hidup ini menjadi indah dan nyaman.

Sayang sekali, mereka jarang kita perhatikan, bahkan sering kita sepelekan. Ini semua perlu dikemukakan agar kita semakin tahu diri. Kita tamak akan pujian, penghargaan, dan penghormatan, padahal kita tidak memiliki karya yang dapat membawa manfaat baik bagi diri sendiri, maupun bagi orang lain dan lingkungan sekitar.

Dengan demikian, sungguh tidak adil bila kita menuntut penghormatan dari orang lain, padahal banyak orang lain bahkan makhluk lain yang telah berbuat lebih banyak, tapi tidak kita hargai sebagaimana mestinya. Hendaknya kita pandai-pandai memetik hikmah dari setiap kejadian, melalui penggunaan akal pikiran yang maksimal. Wallahua'lam

Oleh: Aa Gym

Tidak ada komentar:

Posting Komentar