Rabu, 16 Juni 2010

NAZAR PUASA DAN SEDEKAH

Peristiwa nazar puasa dan sedekah keluarga Ali Bin Abu Thalib.

Diriwayatkan bahwa Hasan dan Husain sakit ketika mereka masih kecil. Kemudian Rasulullah saw menjenguk keduanya dengan disertai dua orang laki-laki. Salah seorang dari kedua laki-laki itu berkata, “Wahai Abal Hasan (Sayyidina Alibin Abu Thalib), jika engkau bernazar untuk putramu maka Allah menyembuhkan keduanya.”

Abal Hasan berkata, “Jika mereka berdua sembuh, maka aku akan berpuasa selama tiga hari sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah Azza Wa Jalla.” Fathimah as pun mengatakan hal yang sama. Dan kedua anak tersebut pun berkata, “Kami juga akan berpuasa selama tiga hari.” Begitu juga budak perempuan mereka yang bernama Fadhah mengatakan hal yang sama.

Lalu Allah memberikan kesembuhan kepada kedua anak tersebut. Kemudian mereka pun berpuasa untuk menunaikan nazar yang telah mereka ucapkan, namun mereka tidak mempunyai makanan.

Sayyidina Ali pun pergi ke tetangganya, seorang Yahudi yang bernama Syam’un, lalu berkata, “Apakah engkau mempunyai bulu domba yang mau dipintalkan oleh putri Muhammad dengan upah tiga sha’ (takaran) gandum kasar ?” Yahudi itu berkata, “Ya.” Dia pun memberikan bulu domba kepada Ali. Lalu Sayyidina Ali membawa bulu domba dan gandum kasar tersebut ke rumah, dan memberitahukan Fathimah akan hal itu.

Sayyidah Fathimah as menerima dan mentaati apa yang dikatakan Sayyidina Ali as kepadanya. Fathimah memintal sepertiga bulu domba, lalu dia mendapatkan satu sha’ dari gandum kasar tersebut. Dia menggilingnya dan menjadikannya menjadi lima potong roti, di mana tiap-tiap orang mendapat satu potong roti.

Sayyidina Ali as salat Magrib bersama Rasulullah. Usai salat, dia datang ke rumahnya dan menyiapkan makanan. Kemudian kelima orang tersebut duduk bersama-sama.

Ketika Sayyidina Ali hendak mengunyah roti, tiba-tiba seorang miskin berdiri di pintu rumahnya dan berkata, “Assalamu’alaikum wahai Ahlulbait Nabi. Aku seorang Muslim yang miskin. Berilah aku makanan dari makanan yang kamu makan. Semoga Allah memberikanmu makanan dari makanan surga.”

Mendengar itu, Sayyidina Ali as pun buru-buru melepaskan potongan roti dari tangannya, begitu juga seluruh keluarganya. Mereka tidak jadi berbuka dengan roti itu. Mereka memilih berbuka hanya air putih.

Fathimah as segera mengumpulkan makanan yang ada di meja makan dan memberikannya kepada orang miskin tersebut. Mereka tidur dalam keadaan lapar. Keesokannya, mereka mengerjakan puasa hari kedua.

Sayidah Fathimah as mengambil satu sha’ gandum kasar dan memasaknya menjadi lima potong roti, tiap-tiap orang mendapat satu potong roti-setelah sebelumnya dia memintal sepertiga kedua dari bulu domba.

Seperti biasanya, Sayyidina Ali as melaksanakan salat Magrib bersama Rasulullah. Setelah salat, Sayyidina Ali kembali ke rumah.

Tatkala Sayyidina Ali as menyiapkan meja makan, dan mereka semuanya duduk untuk berbuka, tiba-tiba seorang anak yatim mengetuk pintu dan berkata, “Assalamu’alaikum wahai Ahlul-bayt Nabi, saya adalah seorang anak yatim Muslim. Berilah aku makanan dari makanan yang kamu makan. Semoga Allah memberikanmu makanan dari surga.”

Mereka pun tidak jadi berbuka dan memberikan makanan mereka untuk anak yatim tersebut. Malam itu mereka kembali tidur dalam keadaan lapar.

Keesokannya, mereka pun berpuasa pada hari ke-3. Sayyidah Fathimah memintal sepertiga akhir dari bulu domba. Setelah itu, dia mengambil satu sha’ terakhir dari gandum dan memasaknya menjadi 5 potong roti.

Tatkala malam tiba, Sayidah Fathimah menghidangkan roti tersebut kepada keluarganya yang berpuasa. Namun lagi-lagi datang seorang tawanan dalam meminta makanan dari mereka. Mereka pun memberikan roti-roti mereka kepada tawanan tersebut. Untuk ketiga kalinya, mereka tidur dalam keadaan lapar.

Esok harinya, Sayyidina Ali bersama Hasan dan Husain pergi menemui Rasulullah saw. Tubuh Hasan dan Husain kecil tampak gemetar, karena menahan rasa lapar.

Ketika melihat keadaan mereka, Rasulullah saw berkata, “Wahai Abal Hasan, betapa aku prihatin terhadap keadaanmu. Marilah kita pergi menengok putriku, Fathimah.”

Mereka pun pergi menengok Fathimah, yang ketika itu sedang berada di mihrabnya, sementara perutnya sedemikian tipis karena sangat laparnya dan matanya sangatlah sayu.

Ketika melihatnya, Rasulullah pun segera memeluknya. Maka Jibril pun turun dan berkata, “Wahai Muhammad, ambillah apa yang telah Allah siapkan untukmu pada Ahlul Baitmu.” Rasulullah saw bertanya, “Apa itu wahai Jibril ?” Jibril berkata, “Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?” (QS. Al-Insan ayat 1) hingga ayat yang berbunyi, “Sesungguhnya ini adalah balasan untukmu, dan usahamu adalah disyukuri.” (QS. Al-Insan : 22) *]

Apabila cinta seperti ini dilakukan oleh seorang pria maka hakikatnya ia telah bersikap dan bertindak sebagai ayah atau bapak dari orang lain atau bapak manusia.

Contoh yang paling bersejarah dan faktual dari hal ini adalah sikap dan tindakan dari putra Sayyidah Fathimah, Imam Husein bin Sayyidina Alibin Abi Thalib as.
Laa hawla wa laa quwwata illa billah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar