Rabu, 26 Mei 2010

Meneladani Dzat Yang Maha Pemberi

Siapa yang beribadah kepada Allah demi mendapat keuntungan surga, sesungguhnya ia telah menjadikan Allah sebagai 'sarana' untuk mendapatkan surga, dan bukan menjadikan-Nya sebagai tujuan. Semoga Allah Yang Mahakaya lagi Mahasempurna pemberian-Nya mengaruniakan kepada kita kemampuan untuk ikhlas dalam beramal; kemampuan untuk tidak bergantung selain kepada-Nya.

Saudaraku, Allah 'Azza wa Jalla Maha Mengetahui kebutuhan setiap makhluk-Nya. Dengan rahmat dan karunia-Nya, Ia memberikan segala apa yang dibutuhkan manusia tanpa diminta. Ia tidak berharap imbalan, balasan, ataupun pujian dari makhluk-Nya. Maha Suci Allah dari ketergantungan terhadap apapun.

Allah adalah Dzat yang memiliki sifat Al-Wahhab; sifat Maha Memberi. Makna Al-Wahhaab menekankan bahwa hanya Allah-lah yang sanggup memberi siapa pun yang membutuhkan, tanpa mengharap imbalan. Tiada seorang pun yang berhak menyandang predikat Al-Wahhaab karena makhluk memiliki sifat yang tidak sempurna, serba kekurangan, sehingga mustahil ia bisa memberi secara berkesinambungan. Sementara Allah adalah Al-Wahhaab, Maha Memberi dengan terus berkesinambungan karena Dia Mahakaya dan Mahatahu Kebutuhan makhluk-Nya.

Al Wahhaab adalah sifat 'kedermawanan' Allah kepada seluruh makhluk. Tiada yang sanggup berbuat dermawan seperti sifat Allah ini. Betapa tidak, setiap pemberian yang dilakukan manusia selalu berujung pada kepentingan tertentu, yakni mendapat imbalan. Imbalan dalam konteks makna ini, bukan sekadar sesuatu yang material. Bisa saja sekadar pujian, persahabatan, menghindari celaan, demi ketenangan hati, atau berharap selamat hingga masuk surga. Apa yang dilakukan manusia lebih tepat jika disebut suatu "transaksi".

Satu-satunya sifat yang bisa mendekati sifat Al-Wahhaab adalah jika saja manusia bisa mengorbankan jiwa dan miliknya demi Allah semata, bukan demi tercapainya kenikmatan surga atau terhindar dan kepedihan neraka. Sifat inipun lebih tepat disebut murah hati. Satu tingkat di bawahnya adalah mereka yang memberikan dengan sukarela demi tercapainya kenikmatan surga. Sedangkan tingkat lebih rendah lagi adalah orang yang memberi untuk mendapatkan pujian.

Imbalan apa yang akan didapatkan oleh orang yang murah hati (yang tentu tak dimintanya)? Ia akan mendapatkan keridhaan dan pertemuan dengan Allah Azza wa Jalla. Inilah kebahagiaan hakiki. Siapa yang beribadah kepada Allah demi mendapat keuntungan surga, sesungguhnya ia telah menjadikan Allah sebagai 'sarana' untuk mendapatkan surga, dan bukan menjadikan-Nya sebagai tujuan. Barangkali, jika saja surga dapat dicapai dengan cara lain tanpa beribadah kepada Allah, bisa jadi dia tidak akan beribadah kepada Allah karena ia tak akan memperoleh surga dengan cara itu. Ia akan melakukan apapun untuk mencapai tujuannya. Dan, Allah bukanlah menjadi tujuannya. Wallahu'alam bish-shawab.

Oleh: KH Abdullah Gymnastiar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar